Rabu, 24 Oktober 2012

SEJARAH SABLON



·    Teknik sablon adalah salah satu bagian dari ilmu grafika terapan yang bersifat praktis. Teknik sablon dilakukan untuk mencetak berbagai media iklan visual seperti, kertas, kain, plat dan media yang lain yang tidak mengandung air. Cetak sablon digunakan untuk melakukan reproduksi desain, seperti kartu nama, kartu undangan, T’shirt, stiker dan lain-lain. dengan kuantitas lebih dari satu untuk menghasilkan hasil yang serupa.
·    Cetak sablon atau cetak saring ini telah lama dikenal dan digunakan oleh bangsa Jepang sejak Tahun 1664. Ketika itu dikembangkan oleh Miyasaki dan Zisukeo Mirose dalam mencetak beraneka motif Kimono. Penggunaan teknik sablon dalam Kimono ini dilatar belakangi oleh kebijakan Kaisar Jepang yang melarang penggunaan kimono bermotif tulis tangan. Pasalnya Kaisar Jepang sangat prihatin dengan tingginya harga kimono yang bermotif tulis tangan yang beredar di pasaran. Hingga mulai saat itu kimono yang menggunakan motif dari cetak sablon mulai banyak digunakan oleh masyarakat Jepang. Akan tetapi cetak sablon pada saat itu belum berkembang dengan baik karena pengunaan kain kasa atau Screen belum di kenal. Pada saat itu penyablonan masih menggunakan teknik pencapan atau menggunakan model cetakan yang sering disebut dengan mal.
·    Pada tahun 1907, seorang pria berkebangsaan Inggris bernama Samuel Simon, mengembangkan teknik sablon menggunakan chiffon sebagai pola cetakan. Chiffon merupakan bahan rajut yang terbuat dari benang sutra halus. Bahan rajut inilah sebagai cijal bakal kain kasa yang di kenal sekarang ini. Menyablon dengan cara ini adalah tinta yang akan dicetak akan dialirkan melaui kain kasa atau kain saring, sehingga gambar yang akan tercetak akan mengikuti pola gambar yang ada pada kain saring tersebut. Inilah sebabnya sehingga menyablon dengan teknik tersebut di sebut dengan silk screen printing yang berarti mencetak dengan kain saring sutra.
·    Istilah teknik cetak saring ini tidak begitu dikenal di Indonesia. Istilah yang lebih populer yang dipakai di Indonesia adalah cetak sablon yang berasal dari bahasa Belanda, yakni Schablon. Kata ini berakulturasi sehingga menjadi bahasa serapan dan bermetamorfosis menjadi sablon. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata sablon didefinisiskan sebagai pola berdesain yang dapat dilukis berdasarkan contoh.


Sumber : http://obey2008.wordpress.com

Minggu, 05 Agustus 2012

ABOUT COLLOURS

Masih ingatkah Anda saat masih sekolah di tingkat SD, yaitu pada pelajaran menggambar atau Seni Rupa, kita pernah belajar tentang dasar-dasar warna?

Saya sendiri walaupun tidak begitu bisa menggambar, tetapi saya sangat menyukai pada saat belajar tentang warna.

Artikel ini mereview tentang dasar warna, yang mungkin bagi sebagian orang sangat membosankan. Tetapi untuk bisa dan mahir menyerasikan warna pakaian, kita harus mempelajarinya.


Perhatikan gambar roda warna di atas.  Seperti yang kita ketahui, ada 3 warna dasar/primer, yaitu merah, kuning dan biru. Apabila ketiga warna ini di atur tingkat kegelapannya, maka akan di hasilkan warna-warna lain. Kita juga dapat melihat, bahwa warna hitam merupakan tingkat kegelapan yang maksimal dari warna apapun.

Apabila kita mencampurkan 2 warna primer, akan di hasilkan warna sekunder.

Contoh:

Merah + Kuning = Orange

Biru + Kuning = Hijau

Merah + Biru = Ungu

Kemudian, apabila ketiga warna sekunder ini kita atur tingkat kegelapannya, akan di hasilkan warna lainnya.

Ada lagi yang di sebut warna tersier, yaitu apabila warna sekunder di campur dengan satu warna primer di sebelahnya dari roda warna tersebut.

Contoh:

Hijau + Biru atau Kuning = Biru-Hijau atau Kuning-Hijau

Orange + Merah atau Kuning = Merah-Orang atau Kuning-Orange

Ungu + Merah atau Biru = Merah-Ungu atau Biru-Ungu

Dengan mencampurkan dan mengatur tingkat kegelapan, dari sinilah dihasilkan warna-warna yang ada di alam semesta.

Warna primer dan sekunder yang bersebelahan dalam roda warna adalah saling analog satu dengan yang lainnya.

Warna Analog dari Biru = Hijau dan Ungu

Warna Analog dari Orange = Merah dan Kuning

Dalam berpakaian, warna – warna yang saling analog dapat di kombinasikan asalkan tingkat kegelapannya sama. Jadi Anda dapat mengenakan kaos berwarna hijau dengan blazer atau jacket berwarna biru. Tetapi ingat, seperti pada artikel pemilihan warna pakaian, kita kaum pria jangan mengenakan celana berwarna cerah.

Kemudian adalagi yang di sebut warna komplimen/pelengkap, yaitu warna primer dengan warna sekunder yang saling berseberangan dalam roda warna di atas.

Biru komplimen terhadap orange.

Ungu komplimen terhadap kuning.

Merah terhadap hijau, dan seterusnya.

Mengenakan warna-warna yang saling komplimen dapat memberikan kesan bahwa Anda percaya diri dan berani. Tetapi hati-hati dalam memadu padankan warna ini, sebab ada warna tertentu yang terlihat tidak cocok untuk di kombinasikan.

Kita dapat mengenakan warna yang sama tetapi dengan tingkat kegelapan yang berbeda, misal kemeja berwarna merah hati dengan dasi berwarna merah terang. Mengkombinasikan warna ini dapat menghasilkan efek monokromatik.

Terakhir, tentu saja Anda dapat mengkombinasikan warna putih atau hitam dengan warna apapun.

Selasa, 15 Mei 2012

TENTANG SABLON

Cetak saring adalah salah satu teknik proses cetak yang menggunakan layar (screen) dengan kerapatan tertentu dan umumnya barbahan dasarNylon atau sutra. Layar ini kemudian diberi pola yang berasal dari negatif desain yang dibuat sebelumnya. Kain ini direntangkan dengan kuat agar menghasilkan layar dan hasil cetakan yang datar. Setelah diberi fotoresis dan disinari, akan terbentuk bagian-bagian yang bisa dilalui tinta dan tidak.
Proses eksekusinya adalah dengan menuangkan tinta di atas layar dan kemudian disapu menggunakan palet atau rakel yang terbuat dari karet. Satu layar digunakan untuk satu warna.
History
Screen printing first appeared in a recognizable form in China during the Song Dynasty (960–1279 AD). [4][5] Japan and other Asian countries adopted this method of printing and advanced the craft using it in conjunction with block printing and hand applied paints.
Screen printing was largely introduced to Western Europe from Asia sometime in the late 1700s, but did not gain large acceptance or use in Europe until silk mesh was more available for trade from the east and a profitable outlet for the medium discovered.
Screen printing was first patented in England by Samuel Simon in 1907.[6][7][8] It was originally used as a popular method to print expensive wall paper, printed on linen, silk, and other fine fabrics. Western screen printers developed reclusive, defensive and exclusionary business policies intended to keep secret their workshops’ knowledge and techniques.[9]
Early in the 1910s, several printers experimenting with photo-reactive chemicals used the well-known actinic light activated cross linking or hardening traits of potassium, sodium or ammonium Chromate and dichromate chemicals with glues and gelatin compounds. Roy Beck, Charles Peter and Edward Owens studied and experimented with chromic acid salt sensitized emulsions for photo-reactive stencils. This trio of developers would prove to revolutionize the commercial screen printing industry by introducing photo-imaged stencils to the industry, though the acceptance of this method would take many years. Commercial screen printing now uses sensitizers far safer and less toxic than bichromates. Currently there are large selections of pre-sensitized and “user mixed” sensitized emulsion chemicals for creating photo-reactive stencils.[9]
Joseph Ulano founded the industry chemical supplier Ulano and in 1928 created a method of applying a lacquer soluble stencil material to a removable base. This stencil material was cut into shapes, the print areas removed and the remaining material adhered to mesh to create a sharp edged screen stencil. [10]
Originally a profitable industrial technology, screen printing was eventually adopted by artists as an expressive and conveniently repeatable medium for duplication well before the 1900s. It is currently popular both in fine arts and in commercial printing, where it is commonly used to print images on Posters, T-shirts, hats, CDs, DVDs, ceramics, glass, polyethylene, polypropylene, paper, metals, and wood.
A group of artists who later formed the National Serigraphic Society coined the word Serigraphy in the 1930s to differentiate the artistic application of screen printing from the industrial use of the process.[11] “Serigraphy” is a combination word from the Latin word “Seri” (silk) and the Greek word “graphein” (to write or draw).[12]
The Printer’s National Environmental Assistance Center says “Screenprinting is arguably the most versatile of all printing processes.”[13] Since rudimentary screenprinting materials are so affordable and readily available, it has been used frequently in underground settings and subcultures, and the non-professional look of such DIY culture screenprints have become a significant cultural aesthetic seen on movie posters, record album covers, flyers, shirts, commercial fonts in advertising, in artwork and elsewhere.
[edit] History 1960s to present
Credit is generally given to the artist Andy Warhol for popularizing screen printing identified as serigraphy, in the United States. Warhol is particularly identified with his 1962 depiction of actress Marilyn Monroe screen printed in garish colours.[14][15]
American entrepreneur, artist and inventor Michael Vasilantone would develop and patent[16] a rotary multicolour garment screen printing machine in 1960. The original rotary machine was manufactured to print logos and team information on bowling garments but soon directed to the new fad of printing on t-shirts. The Vasilantone patent was soon licensed by multiple manufacturers, the resulting production and boom in printed t-shirts made the rotary garment screen printing machine the most popular device for screen printing in the industry. Screen printing on garments currently accounts for over half of the screen printing activity in the United States. [17]
Graphic screenprinting is widely used today to create many mass or large batch produced graphics, such as posters or display stands. Full colour prints can be created by printing in CMYK (cyan, magenta, yellow and black (‘key’)). Screenprinting is often preferred over other processes such as dye sublimation or inkjet printing because of its low cost and ability to print on many types of media.
Screen printing lends itself well to printing on canvas Andy Warhol, Rob Ryan, Blexbolex, Arthur Okamura, Robert Rauschenberg, Harry Gottlieb, and many other artists have used screen printing as an expression of creativity and artistic vision.
[edit] Printing technique
A screen is made of a piece of porous, finely woven fabric called mesh stretched over a frame of aluminum or wood. Originally human hair then silk was woven into screen mesh; currently most mesh is made of man-made materials such as steel, nylon, and polyester. Areas of the screen are blocked off with a non-permeable material to form a stencil, which is a negative of the image to be printed; that is, the open spaces are where the ink will appear.
The screen is placed atop a substrate such as paper or fabric. Ink is placed on top of the screen, and a fill bar (also known as a floodbar) is used to fill the mesh openings with ink. The operator begins with the fill bar at the rear of the screen and behind a reservoir of ink. The operator lifts the screen to prevent contact with the substrate and then using a slight amount of downward force pulls the fill bar to the front of the screen. This effectively fills the mesh openings with ink and moves the ink reservoir to the front of the screen. The operator then uses a squeegee (rubber blade) to move the mesh down to the substrate and pushes the squeegee to the rear of the screen. The ink that is in the mesh opening is pumped or squeezed by capillary action to the substrate in a controlled and prescribed amount, i.e. the wet ink deposit is proportional to the thickness of the mesh and or stencil. As the squeegee moves toward the rear of the screen the tension of the mesh pulls the mesh up away from the substrate (called snap-off) leaving the ink upon the substrate surface.
There are three common types of screenprinting presses. The ‘flat-bed’, ‘cylinder’, and the most widely used type, the ‘rotary’.[13]
Textile items printed with multi-

Jumat, 30 Maret 2012

peralatan sablon

Sebelum kita tau tentang teknis proses menyablon, lebih dahulu kita kudu kenal beberapa peralatan dan perlengkapan yang penting dalam sablon.
Peralatan inti yang kita butuhin beserta penjelasannya ney..
1. Film sablon. Ni bisa dikatakan model gambar/desain/tulisan yang bakal kita tuangkan dalam obyek sablon (kaos, kertas, plastik, karton, dsb. Film ini dibikin melalui desain komputer yang diprint pake tinta laser (sebenere pake tinta printer biasa siy bisa aja, tapu hasilnya kurang bagus/tajam). Desain sablon kebanyakan dibikin pake Corel ataupun Adobe.
2. Screen (baca: skrin), ni media yang dipake untuk mengantarkan tinta sablon ke obyek sablon. Bentuknya balok yang disusun persegi empat kemudian dipasang kain khusus. Ukurannya bermacam-macam, misalnya ada screen yang berukuran 30x40cm, 20×30 cm, sampe ada screen ukuran “raksasa” yang biasa dipake wat bikin spanduk.
3. Rakel. Ni temennya Screen, gunanya untuk mengkuaskan tinta sablon yang ada di Screen supaya tercipta gambar di obyek sablon. Bahannya dari karet yang diberi pegangan kayu memanjang.
4. Tinta sablon. Bermacam-macam jenis dan nama tinta bergantung dari sablonan apa yang mo kita bikin. Tinta yang buat sablon kos aja ada banyak macamnya. Ada juga tinta sablon kaos yang bisa bikin timbul setelah kita setrika.
5. Cairan-cairan pencampur. Ni gunanya wat mencampurkan tinta agar sesuai dengan tingkat kekentalan and warnanya. Bisa cairan M3, M3 Super, tinner, minyak tanah, dan sebagainya.
6. Meja sablon. Tentunya kalo kita mo nyablon perlu meja sablon wat ngletakin obyek sablonannya. Meja sablon ni terbuat dari rangka besi ato kayu. Di bagian atas adalah kaca transparan, dan dibawahnya diletakkan lampu neon agar bisa terlihat jelas saat menyablon.
7. Hair dryer. Jangan kira alat ini cuman dipake di salon aja. Ni berguna untuk mengeringkan sablonan, apalagi pada saat musim hujan yang jarang ada sinar matahari terik.
8. Lampu Neon, temannya meja sablon. Diletakkan di bawah kaca meja yang ditempel dengan rangka besi ataupun kayu.
9. Tempat penjemuran. Ini bisa berupa kayu panjang berukuran 1,5 meter untuk tempat menjemur kaos yang sudah disablon agar cepat kering. Jumlahnya tergantung banyaknya kaos yang disablon. Peran sinar matahari terik sangat dibutuhkan agar proses pengeringan lebih cepat.
10. Beberapa peralatan pendukung. Seringnya kita lebih banyak membutuhkan beberapa peralatan pendkung agar menyablon lebih mudah dan cepat. Banyak perlatan yng kadang tak terpikirkan malah bisa mmebantuk proses menyablon ini.